Desa Tenganan adalah sebuah desa tua di Bali, terletak sekitar 60km atau 90 menit bila berkunjung dengan menggunakan mobil atau bis ke arah timur Denpasar. Tepatnya di kabupaten Karangasem.
Sebagai masyarakat asli Bali, desa ini sudah ada sebelum invansi kerajaan Majapahit datang ke pulau Bali. Tidak terlalu banyak mendapatkan pengaruh luar, secara konsisten dan turun-temurun mempertahankan segala budaya dan tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya, bahkan sampai saat ini, disaat jaman modernisasi yang terus berubah-rubah, desa Tenganan masih memegang teguh mempertahankan segala aturan (awig-awig) yang diwariskan pendahulunya.
Desa Tenganan merupakan salah satu dari tiga desa di Bali yang termasuk sebagai Bali Aga. Dua desa lainnya adalah Desa Trunyan di Kecamatan Kintamani dan Desa Sembiran di Kecamatan Tejakule, Buleleng.
Tentang Desa Tenganan
Bali Aga ialah desa yang gaya hidup masyarakatnya, masih berpedoman pada peraturan dan adat istiadat peninggalan leluhur, dari jaman sebelum kerajaan Majapahit.Desa Tenganan Karangasem tetap menjaga lestari aturan-aturan adat pendahulunya. Arsitektur rumah, dan pura dalamnya yang dibangun, sangat mempertahankan aturan adat istiadat secara turun – temurun.
Ciri khas bangunan rumah penduduk, dibuat dari campuran batu merah, batu sungai, tanah dan mempunyai ukuran yang relatif sama. Termasuk juga balai pertemuannya sangat mempertahankan adat dan tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun. Bahan bangunan masih menggunakan campuran dari tanah, batu sungai dan batu bata merah.
Kehidupan Masyarakat Desa
Penduduk desa Tenganan Karangasem hidup sebagai petani padi. Sebagian kecil sebagai pengerajin. Kerajinan khas penduduk desa antara lain, anyaman bambu, ukir – ukiran, lukisan diatas daun lontar serta kain tenun bernama Kain Gringsing. Kain Gringsing merupakan kerajinan khas Desa ini dan paling unik karena ditenun dengan menggunakan teknik tenun ikat ganda.
Tradisi lain dari desa ini adalah Mageret Pandan atau Perang Pandan. Yaitu sebuah tradisi 2 pemuda desa saling menyerang menggunakan duri dari daun pandan ke masing-masing punggung. Luka tersebut kemudian akan disembuhkan dengan pengobatan tradisional. Tradisi ini adalah untuk melatih fisik dan mental warga desa. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada pertengahan bulan Juli.