Pura Tirta Empul Tampaksiring yang terletak di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, 36 km dari Denpasar, atau 50km dari Kuta ini merupakan peninggalan Kerajaan di Bali. Salah satu dari beberapa peninggalan purbakala yang menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan di Bali. Pada lokasi yang berdekatan, yaitu di sisi barat Pura tersebut adalah Istana Presiden yang dibangun pada pemerintahan Presiden Soekarno.
Tampaksiring termasuk lokasi wisata yang cukup ramai dikunjungi karena berada di antara jalur wisatawan yang berkunjung ke Ubud dan Kintamani yang kembali menuju arah selatan Bali.
Sejarah Pura Tirta Empul Tampaksiring
Di pura Tirta Empul, terdapat mata air dan digunakan oleh masyarakat pemeluk agama Hindu untuk permandian dan memohon tirta suci.
Secara etimologi, Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah. Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa peninggalan purbakala. Pendirian pura ini diperkirakan pada tahun 960 A.D. pada jaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Seperti halnya pada pura – pura yang terdapat di Bali, pura ini dibagi atas Tiga bagian yang merupakan Jaba Pura (Halaman Muka), Jaba Tengah (Halaman Tengah) dan Jeroan (Halaman Dalam).
Pada Jaba Tengah terdapat 2 (dua) buah kolam persegi empat panjang dan kolam tersebut mempunyai 30 buah pancuran yang berderet dari Timur ke Barat menghadap ke Selatan. Masing – masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (Racun).
Pancuran Cetik dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi yaitu pertempuran Mayadenawa Raja Batu Anyar (Bedahulu) dengan Bhatara Indra.
Dalam mitologi itu diceritakan bahwa Raja Mayadenawa bersikap sewenang – wenang. Tidak mengijinkan rakyat untuk melaksanakan upacara – upacara keagamaan untuk mohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para Dewa, maka para dewa yang dikepalai oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa.
Akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan dan melarikan diri sampailah disebelah Utara Desa Tampak siring.
Akibatnya kesaktiannya Mayadenawa menciptakan sebuah mata air Cetik (Racun). Mata air ini yang mengakibatkan banyaknya para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut.
Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya dan memancarkan air keluar dari tanah (Tirta Empul). Dan air Suci ini dipakai memerciki para Dewa sehingga tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sedia kala.